Dari segala ilmu logika manapun tidak akan ada yang menyangkal isi kandungan kalimat di atas, yang mana kalimat tersebut sudah dipesankan kepada umat muslim beribu tahun yang lalu. Hal ini sekarang jelas benar benar kita rasakan. Ternyata mendidik yang dimaksud di atas tidak hanya mentrasfer ilmu pengetahuan. Banyak siswa yang pinter, gemar membaca, nilai raport dan ijazahnya tinggi tapi tidak mengerti bagaimana menyesuaikan diri dalam berkehidupan. Ironisnya nilai Agamanya bagus tetapi akhlaqnya menyimpang dari ajaran agama. Pesan dan nasihat guru tidak semancur daya pengaruhnya seperti tahun 70an.
Nilai-nilai pesan SINETRON lebih menyeruak kedalam alam akhlak anak. Bahkan sikap menghadapi ujian tidak se-khidmad tahun 80an. Semuanya panik: Guru, Kepala Sekolah, Orang Tua, Komite, Pengawas bahkan Pemerintah sekalipun. Pelajaran tambahan, Pendalaman, Try out bahkan sampai megundang psikolog. Anehnya Bimbingan Konseling Sekolah mengundang psikolog dari luar, seluruh siswa calon peserta UN membayar iuran untuk terapi kejiwaan menjelang UN karena dianggap siswanya stres. Yang stres bukan hanya siswanya saya kira termasuk BK nya memikirkan keadaan murid-muridnya (lulus ndak). Waduh saya juga ikut stres memikir. Kenapa mengundang psikolog sudah mepet UN, kok tidak dulu-dulu kalo BK nya ndak mampu menghadapi pengaruh dunia global ini?. Saya usul guru BK nya diperbanyak...... wali murid seperti saya juga perlu di BK. Kita semua jelas sudah tahu dan sadar sejak kemarin bahwa alam siswa sekarang tidak sama dengan alam kita ketika kita jadi murid. Mari kita jangan TELMI (Telat Mikir).............. dan mencari kambing hitam. Sistem kita tata bersama. " Anak-anak sadarlah bahwa menum jamu itu memang pahit dibanding minum sirup tapi nikmati kasiatnya........ bahwa yang pahit itu akan berakhir dengan kesegaran ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar